Dalam sejarah sepak bola dimana saja, yang namanya permusuhan "mendarah daging" antar suporter pasti ada. Sebut saja seperti La Viola vs Juventini atau suporter Blackburn vs fans Manchester United. Di Indonesia pun, permusuhan antar suporter yang mendarah daging itu juga ada lo Ngalamers, salah satunya yakni Aremania vs Bonek. Aremania yang merupakan pendukung setia Arema Indonesia dan Bonek (suporter Persebaya Surabaya), dikenal seringkali berseteru sampai seakan-akan istilah "damai" akan cukup tabu untuk diharapkan terjadi diantara keduanya. Hal ini bisa sangat jelas dilihat ketika Kapolda Jawa Timur sampai turun tangan untuk mengambil kebijakan yang menegaskan kalau misal tim Arema tengah bertandang ke Surabaya untuk pertandingan, maka Aremania dilarang keras untuk ikut datang ke Surabaya. Begitupun sebaliknya, saat Persebaya Surabaya bertanding ke Malang, Bonek dilarang keras untuk menginjakkan kaki di Kota Malang ini.
Tentulah setiap perseteruan atau selisih
paham selalu diawali dengan sebuah kisah dan alasan. Begitu pula dengan
perseteruan yang terjadi diantara dua suporter yang sangat eksis dan
terkenal di Nusantara itu. Lantas, tahukah Ngalamers apa yang mendalangi
permusuhan antara Aremania dengan Bonek tersebut? - Berikut adalah
beberapa opini yang berhasil HaloMalang kumpulkan dari beberapa sumber
terkait pembahasan ini.
1. Tawuran saat ada konser di Tambaksari.
Kejadian pertama bermula saat ada konser Kantata Takwa di Tambaksari,
Surabaya pada 23 Januari 1990. Tepat sekitar 30 menit pertama saat
konser dimulai, di depan panggung mulai 'dikuasai' arek-arek Malang.
Mereka bersorak meneriakkan "Arema.. Arema.. Arema..". Arek-arek
Surabaya yang kebetulan menjadi tuan rumah pun harus minggir dan
'terkalahan'. Namun tidak lama kemudian, arek-arek Surabaya kembali
dengan membawa rombongan lebih banyak lagi dan berusaha 'memukul mundur'
arek-arek Malang hingga keluar dari Tambaksari. Di luar stadion,
tawuran pun tak terelakkan dan terus berlanjut sampai di Stasiun Gubeng,
Ngalamers. Tawuran serupa juga kembali terjadi di bulan Juni 1992 pada
konser Sepultara yang kebetulan juga diadakan di Tambaksari. Saat itu,
arek Surabaya sudah siap menguasai depan panggung mulai awal. Arek
Malang bahkan langsung dihalau begitu masuk Tambaksari. Tak lama
kemudian, tawuran pun kembali terjadi.
2. Pemberitaan media yang dianggap tidak adil.
Kecemburuan suporter Malang pada pemberitaan media yang ada di Jawa
Timur (Jatim) kala itu. Hal itu dipicu dengan sangat kecilnya
pemberitaan di media ketika Arema atau Persema Malang menang dalam
pertandingan. Sementara pemberitaan Persebaya sangat besar dan hampir
selalu menjadi headline meski klub yang didukung Bonek itu hanya
melakukan latihan rutin atau sekedar mengisi waktu senggang.
3. Pendahulu Persebaya yang sangat meremehkan Malang.
Pendahulu Persebaya seperti H. Barmen dan Mudayat cukup dikenal sangat
meremehkan dan merendahkan tim-tim Malang. Mereka mengatakan kalau tidak
akan ada ceritanya Persebaya bisa dikalahkan tim-tim asal Malang,
menahan imbang saja mereka (tim-tim Malang) sangat kesulitan. Pernyataan
itu bahkan ditulis di media. Hal ini tentunya sangat menyakiti dan
menyulut sensitivitas suporter Malang yang merasa direndahkan (orang
Surabaya) dan dianaktirikan (media terbesar Jatim). Terlebih, ada isu
bahwa suporter Surabaya akan bertandang ke Malang. Merasa tertantang,
Arema sudah siap mencegat Bonek di Lawang. Namun sampai pertigaan
Karanglo, Singosari, Arema yang hendak ke utara dihalau dan ditangkapi
polisi/Kodim. Akhirnya, sebagian suporter melampiaskan kemarahannya
dengan memecahkan kaca-kaca mobil plat L. Sementara di Gajayana sendiri,
bentuk perlawanan terhadap dedengkot Surabaya itu diwujudkan dalam
spanduk-spanduk bertuliskan "Kalahkan Persebaya, Bungkam Mulut Besar
Barmen dan Mudayat" atau "Barmen & Mudayat Haram Masuk Kota Malang".
4. Pemberitaan yang terkesan mengadu domba.
Judul berita di media yang cukup berbau 'mengadu domba' pun juga sempat
memicu perseteruan antar kedua suporter tim sepak bola Malang dan
Surabaya itu. Seperti contohnya "Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup
Pemain Persema" dalam laga Persema vs Persebaya, yang memang sebelumnya
diprediksi akan panas menyusul pernyataan Barmen dan Mudayat. Dalam
laga itu, Persema melakukan pemanasan di gawang selatan dan Persebaya di
gawang utara. Setelah koin tost, ternyata posisinya berpindah (Persema
ke utara, Persebaya ke selatan). Pada perpindahan itulah beberapa pemain
Persema ada yang terlihat sengaja menabrak pemain Persebaya hingga ada
yang terjatuh. Inilah yang ditulis media tersebut dengan "Pemain
Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema". Tentulah pemberitaan
tersebut sanggup menyulut api kemarahan dan dendam pada arek-arek
Surabaya, Ngalamers.
5. Pendahulu suporter sepakbola Malang yang bangga dicap "perusuh" dan "pemberani". Suporter
sepakbola Malang pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an masih berasal
dari peleburan para geng-geng yang sebelumnya sangat gemar tawuran
antar-kampung hingga cukup banyak memakan korban. Dengan dimediatori
Bung Ovan Tobing, mereka akhirnya berdamai dan pada akhirnya menyatu
dalam bendera "AREMA" (tanpa 'NIA'), yang artinya "Arek Malang".
Merekalah yang akhirnya sangat setia mendukung tim asal Malang (baik
Persema maupun Arema). Dengan latar belakang seperti itu, suporter
Malang (masih) sangat bangga jika dicap "perusuh" dan "pemberani".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar